Buku ini bisa jadi adalah buku terindah yang pernah saya baca dalam beberapa tahun belakangan. Cara penulisannya luar biasa sehingga buku ini juga jadi buku yang sangat unik. Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe karya Benjamin Alire Sáenz, benar-benar mengguncang hidup saya beberapa hari belakangan ini.
Pertama-tama biarlah saya mengakui bahwa saya terlambat, kalau tidak mau dibilang sangat terlambat, menemukan buku Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe karena sebenarnya buku ini sudah terbit sejak tahun 2012. Ya, 9 tahunan lalu! Lalu dari mana saya tahu keberadaan buku ini? Tidak lain adalah karena Seigo, yang pernah saya bahas di tulisan saya ini, sedang membacanya. Saat itu dia bercerita bahwa dalam rangka berusaha menguasai bahasa Inggris yang sedang dipelajarinya, dia mencoba membaca novel-novel yang dianggapnya bagus dan mudah dicerna. Jadilah saya ikut-ikutan baca.
Buku ini dimulai dengan gambaran musim panas yang membosankan bagi Aristotle Mendoza yang berusia 15 tahun, sebuah usia yang berada di tengah-tengah antara kanak-kanak dan remaja. Saat itu tahun 1987, tentu berbeda dengan sekarang di mana anak seusia itu lebih sibuk berdiam di kamar sambil bermain gawai. Ibunya selalu mendorong Ari, panggilan akrab Aristotle, untuk bermain di luar dan mencari teman karena dia memang tidak memiliki banyak teman. Saat itulah dia bertemu dengan Dante Quintana, yang ayahnya adalah profesor dalam bidang sastra Inggris (sebuah profesi yang konon sangat jarang diisi oleh orang-orang keturunan Meksiko) dan ibunya seorang psikolog. Dante menawarkan diri untuk mengajari Ari berenang. Sejak itulah mereka menjadi akrab. Ari selalu takjub dengan pemikiran-pemikiran Dante yang selalu “out of the box”, sedang Dante juga takjub dengan cara pandang Ari yang cenderung sinis tentang dunia ini.
Cara pandang Ari akan dunia rupanya tidak lepas dari segala kisah kehidupan dalam keluarganya. Ayahnya adalah seorang veteran perang Vietnam yang menjadi orang yang berbeda setelah pulang dari medan perang. Ia menjadi pendiam dan banyak menyimpan trauma perang di dalam kepalanya sendiri. Ibunya adalah guru di SMU yang selalu memberi dukungan positif pada Ari, meskipun sebenarnya dia juga menyimpan luka tersendiri karena kasus kakak laki-laki Ari yang sedang ditahan di penjara. Sedangkan kakak-kakak perempuan Ari, tidak pernah ada di rumah karena memang usia mereka berbeda sangat jauh. Dari situlah kepribadian Ari terbentuk.
Buku ini luar biasa menarik karena ditulis dengan cara sederhana tapi berhasil menguak cerita yang sangat dalam secara perlahan dan halus. Semua kejadian yang diceritakan dalam buku ini adalah kejadian sehari-hari. Tidak ada ledakan yang dahsyat. Semua berjalan apa adanya tanpa menjadikan buku ini membosankan. Ini sangat tidak biasa!