Memang bukan hanya oleh-oleh khas Semarang yang kami bawa pulang, tapi sebagai akhir dari sebuah perjalanan yang penuh nostalgia, pengalaman baru yang akan membekas dan memberi rasa hangat di hati adalah yang terpenting dari perjalanan mencari matahari terbit ini.

Kota Solo kami tinggalkan siang itu setelah sempat kembali jalan-jalan dan minta waktu tambahan sebelum check-out dari hotel kami yang unik. Kembali ke Semarang adalah tujuan kami. Kali ini menuju hotel yang penuh nostalgia masa kecil, Patrajasa alias hotel Patra Semarang.

Sedikit cerita tentang hotel ini, saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar, keluarga besar ibu saya selalu menginap beramai-ramai di hotel ini setiap lebaran hari kedua. Saat itu, saya dan sepupu-sepupu berkesempatan menikmati hotel Patrajasa yang mewah dan tenar pada zamannya lengkap kehangatan khas lebaran di mana keluarga besar berkumpul dan bersilaturahmi satu sama lain. Ingat, zaman itu belum ada telepon genggam. Bahkan telepon rumahpun belum semua orang punya. Komunikasi jarak jauh lebih banyak dilakukan melalui surat-menyurat. Bertukar gambar atau foto adalah kegiatan mahal karena selain harus mencetak, mengirimkannyapun butuh biaya. Tidak seperti sekarang yang tinggal sekali pencet di HP, langsung bisa dikirim dan dilihat oleh ratusan orang. Jadi pada masanya, silaturahmi, bertemu muka dengan saudara-saudara, punya nilai yang jauh lebih berharga.

Kembali ke cerita kami, perjalanan dari Solo ke Semarang lumayan seru. Kami diguyur hujan yang cukup deras di sepanjang jalur tol, membuat suasana jalan tol yang konon seperti jalan tol di Eropa itu menjadi semakin syahdu.

Sampai Semarang, kami langsung check-in di hotel. Ah…melihat hotel yang mewah pada zamannya tapi saat ini terlihat tua dan terlalu keras berusaha untuk tetap terlihat trendi rasanya memang menyesakkan. Tapi ya mau bagaimana lagi? Waktu memang melibas segalanya tanpa ampun. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Tapi bagaimanapun masih ada bagian-bagian yang tersisa untuk membangkitkan kenangan saya akan hotel ini. Saya tetap bisa merasakan kehadiran nostalgia saat melihat lobinya, restorannya, juga kafe yang kini terlihat mungil.

Siang itu kami memutuskan untuk makan di restoran tempat keluarga saya bereuni beberapa tahun yang lalu. Itu adalah reuni terakhir yang dihadiri Bapak dan Ibu saya. Jadi ya, lagi-lagi ini adalah tempat yang mengembuskan kenangan akan Ibu dan Bapak. Makanannya tidak istimewa, tapi kenangannya lebih berharga.

Setelah makan kami kembali ke hotel karena memang menikmati suasana hotel adalah tujuan kami kali ini. Tapi rupanya sore itu kami dapat kejutan! Sepupu saya dari Bandung rupanya juga sedang di Semarang untuk keperluan berbeda. Bersamanya juga ikut om dan tante saya (ayah dan ibunya). Ini benar-benar kejutan yang manis! Kami lalu janjian bertemu dan menikmati malam bersama-sama. Lengkap betul rasanya nostalgia saya kali ini!

Keesokan harinya kami bersama-sama nyekar ke makam eyang. Ini adalah momen penting bagi saya karena kali ini saya mengajak Debin. Lucu dan haru adalah rasa yang timbul dalam hati saat tante saya “berbicara” dan “mengenalkan” Debin pada eyang.

Siangnya, setelah menikmati es krim di Toko Oen dan membeli beberapa oleh-oleh khas Semarang, saya dan Debin kembali ke Jakarta. Seperti biasa, perjalanan pulang terasa terasa lebih melelahkan karena semua tenaga sudah terkuras dan kami serasa akan kembali ke kehidupan nyata setelah liburan yang menyenangkan.

Tapi bagaimanapun perjalanan ini sungguh menghangatkan hati. Banyak kenangan lama yang kami titi dan kenangan baru yang kami buat bersama. Sungguh pengalaman yang tidak akan bisa terulang lagi.

You might also enjoy:

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mastodon