Beberapa minggu belakangan penyaji hiburan streaming Netflix seakan punya tema tersendiri: kiamat. Sweet Home adalah salah satu dari sekian banyak serial di Netflix yang bertema itu.
Setelah sekitar September lalu Netflix menyajikan sebuah film bertema kiamat zombie dan sukses karena dianggap menggambarkan keadaan yang melanda masyarakat dunia akibat Covid-19, maka sekarang walau dengan variasi berbeda Netflix juga menampilkan film dan serial dengan tema besar yang bagi saya kurang lebih sama yaitu musnahnya umat manusia dan hanya menyisakan kisah tentang pada penyintasnya.
Adalah seorang Cha Hyun-soo (Song Kang) yang karena ditinggal keluarganya yang meninggal karena kecelakaan harus pindah ke sebuah gedung apartemen tua dan tampak tidak terurus bernama Green Home. Gedung apartemen ini memang tampak misterius begitu juga orang-orang yang tinggal di dalamnya. Set inilah yang kemudian menjadi pusat pusaran cerita dalam Sweet Home.
Masalah bermula ketika Cha Hyun-soo secara tidak sengaja melihat bungkus makanan yang dikirim ke kamarnya tampak berantakan dan darah berceceran di lantai lorong apartemen. Iapun kemudian sadar bahwa yang dihadapinya bukan manusia biasa melainkan monster-monster yang berwujud seram dan mengerikan.
Sementara itu penghuni lain yang kebetulan berada di lantai dasar juga tak lepas dari teror monster ganas yang hendak merangsek masuk ke dalam apartemen. Dari pengumuman yang disampaikan pemerintah, rupanya di luar sana sedang ada “penyakit menular” yang bisa mengubah manusia menjadi monster ganas.
Cerita menjadi makin menarik ketika rupanya ada manusia yang ketika tertular penyakit itu kemudian menjadi manusia “hibrida”. Setengah manusia, setengah monster. Manusia jenis ini kemudian bisa membantu manusia “normal” untuk menghadapi para monster yang digambarkan memiliki kekuatan yang luar biasa.
Penemuan manusia “hibrida” ini kemudian menimbulkan pertentangan nilai yang tidak ringan. Betapa tidak, manusia-manusia “hibrida” ini tetap saja membawa kecurigaan pada manusia “normal” yang sudah dibantunya bahkan menggantungkan nasib padanya. Manusia “normal” menempatkan manusia “hibrida” di ruang isolasi karena mereka takut kalau tiba-tiba manusia “hibrida” berubah jadi monster yang akan membunuh mereka.
Di situ menurut saya sisi menarik dari serial yang banyak menampilkan adegan sadis penuh darah berceceran ini. Sebuah pertentangan nilai di mana monster boleh jadi berpenampilan buruk rupa dan mengerikan, tapi manusia yang ganteng dan cantik ini rupanya bisa jauh lebih kejam daripada monster.
Manusia sangatlah kejam pada yang berbeda dari dirinya. Ini terjadi mulai dari tingkat individu sampai ke tingkat kerumunan. Bukankah itu yang seringkali menjadi awal perang-perang besar dalam peradaban umat manusia?
Bagi saya, menonton serial ini bukanlah menonton sebuah horor dari serangan para monster melainkan horornya kemanusiaan kita sebagai manusia.